Selamat pagi, semoga kalian pada sehat sehat semua, sudah lama tak berjumpa dengan bukapan blog kali ini bakal menyajikan resensi suatu buku non fiksi dengan judul "Hujan Bahagia" temanya yakni berdamailah dengan masa lalu. Resensi buku ini dilakukan oleh rekan saya yaitu mas Amirul Syuhada Syidana. Silahkan diperhatikan baik-baik ya..
BERDAMAI
DENGAN MASA LALU
Resensi Buku : Hujan Bahagia
Oleh : Amirul Syuhada Syidana
IDENTITAS BUKU
·
Judul buku : Hujan Bahagia
·
Pengarang : Stefani Bella
·
Penerbit : qultummedia
·
Jenis : Non-Fiksi
·
Tahun Terbit : Cetakan I, Agustus 2017
·
Tebal : 232 halaman
· ISBN : (13) 978-979-017-365-1
SINOPSIS
BUKU
Seperti hujan, kadang kita
memaknainya sebagai keberkahan, kadang menganggap-nya sebagai kondisi yang
merepotkan. Begitu pun bahagia, tergantung perspektif kita dalam melihatnya.
Ada yang merasa bahagia tinggal di rumah yang sederhana, ada juga yang tersiksa
karena hanya itu yang menjadi miliknya.
Allah memberikan
sesuatu pada kita sesuai dengan porsinya. Dia juga telah menentukan siapa untuk
peristiwa apa. Semuanya tentu saja yang terbaik untuk kita. Masalahnya, kita
tak pernah tahu apa yang terbaik untuk kita. Kita lebih mudah menerima apa yang
kita inginkan, tapi tidak untuk sesuatu yang kita butuhkan.
https://www.instagram.com/ashidiqfaiqq/?hl=en
Bahagia bukan
melulu tentang meminta yang belum kita punya. Tapi lebih dari itu: menerima apa
yang Dia berikan dan bersyukur dengan ketetapan-Nya itu. Beragam cerita di
dalam buku ini semoga bisa menjadi penyejuk jiwa kita, sebagaimana hujan
membasahi bumi dan segala isinya.
RESENSI
Masuk ke point isi, bahasannya enak
untuk dibaca. Isinya pas sekali, menggambarkan realita yang biasa dihadapi
masyarakat. Bahasanya renyah, mengalir, tak menggurui tapi membuat orang bisa
meng-iya-kan apa yang dituang dalam goresan penanya. Ditambah, tulisannya
diperkuat dengan dalil Al-Quran sebagai hujjah penguat bagi ummat Islam
yang membacanya.
Disuguhkan
secara apik, dengan gaya bahasa yang enak dan nyaman bagi siapapun yang
membaca. Seperti dalam tuangan tulisannya,
“Suatu hari nanti, kita pasti akan
berterima kasih pada waktu yang telah habis digunakan untuk hal yang selalu
diperjuangkan. Pada hati yang menggores luka. Pada luka yang meninggalkan duka.
Pada rasa kecewa yang pernah dirasakan. Pada hal-hal yang tak pernah dihargai.
Pada kegagalan yang menjatuhkan. Suatu saat nanti, kita akan berterima kasih
untuk hari-hari itu.” -Mengingat Duka, Melupakan Bahagia (hal. 57)
Bagaimana mensikapi masa lalu? Setiap
manusia memiliki masa lalu. Kita pun memilikinya. Kita pernah merasa takut,
merasa gagal, bahkan kehilangan. Tapi berapa banyak dari kita yang bisa
berdamai dengan masa lalu? Berapa banyak dari kita yang bersedia untuk menjadi
seseorang yang begitu terbuka dan menganggap masa lalu sebagai hal yang membuat
kita akhirnya bisa berdiri hingga saat ini?
Sesungguhnya
kegagalan yang terjadi itu sangat berarti, karena ia membuat kita jadi lebih
kuat saat melangkah dan lebih menghargai setiap proses yang dilalui. Kehilangan
juga berarti, karena ia membuat kita menjalani proses pendewasaan diri yang
baik, serta membuat kita jadi lebih menghargai waktu yang tengah dilalui.
Agar bisa
diterima orang lain, bukankah kita harus bisa menerima diri kita lebih dulu?
Jika kita terbiasa hidup mengenakan "topeng", apakah selamanya kita
akan terus seperti itu? Sampai kapan? Sampai kita lelah mengenakannya? Lelah
membohongi orang lain dengan terus bersembunyi di balik topeng?
Jika selama ini
kita membiarkan orang lain menerima dan melihat kita dari sisi luar topeng,
lalu bagaimana kelak kita memperlihatkan apa yang ada di balik topeng
sesungguhnya? Saat itu, masihkah mereka
mau menerima kita? Karena selama ini yang mereka tahu dan lihat, adalah apa
yang ingin kita perlihatkan pada mereka, bukan diri kita yang sebenarnya.
Kamu pernah
merasa sedih, galau, resah, gelisah dan marah? Perasaan apapun itu selain
bahagia, pernahkah merasakannya? Jika iya apa yang kamu lakukan? Diam dan
berusaha mengalihkannya atau membiarkan perasaan itu hadir dan memilih untuk
mengungkapkannya pada orang orang yang kamu percaya?
Saya lebih
memilih yang kedua. Yang dengan segala bentuk kerendahan dan kekurangan sebagai
manusia, memilih untuk menerima perasaan itu ketimbang mengalihkannya. Kenapa?
Karena, jika kita memilih untuk mengalihkannya dengan berpura-pura bahagia,
bahkan melarang diri untuk menjadi sendu, bukan tidak mungkin, suatu saat nanti
emosi itu akan meledak dan justru menghancurkan diri sendiri.
Memilih untuk
tidak menunjukkan kekecewaan, kesedihan atau bahkan kemarahan pada oranglain,
bukanlah sebuah masalah. Tapi bukan berarti kita jadi tidak mengaku perasaan itu
pada diri kita sendiri. Karena dengan kita selalu menyangkal dan tidak menerima
emosi dan perasaan itu, kehidupan kita jadi tidak akan berjalan seimbang.
Kita harus
meluruhkan rasa yang ada. Kita harus menerima segala rasa yang datang. Pun
begitu dengan hal-hal di masa lalu kita. Karena apa? Karena kita berhak untuk
memulai kisah baru tanpa ada masa lalu membayangi. Karena kita tidak sepatutnya
menjaga emosi yang bisa meledak sewaktu-waktu itu, tetap berada di sana tanpa
luruh sesekali waktu.
Akui saja perasaan
dan hal-hal yang pernah singgah dalam hidup titik bila tak bisa berbagi dengan
manusia lain, ingatlah masih ada sajadah yang selalu siap terbentang untuk
bersujud di hadapan Tuhan titik bila tak ingin memperlihatkan segala rasa pada
orang lain, ingatlah pada sisi lain diri yang selalu sanggup menerima apapun
kondisinya.
Untuk semua masa lalu yang telah terlewatkan Semoga selalu ada pelajaran yang bisa terpetikkan. Untuk masa depan yang masih begitu abu-abu, semoga skenario-Nya tidak membuat kita kembali terjebak dalam kesedihan dan rasa ragu. Sebab seperti kita tahu, Allah swt adalah penulis skenario terbaik untuk aktor manusia seperti kita. Maafkanlah diri dan masa lalu. Tetap semangat dan teruslah berjuang!
Buku ini terbilang unik dengan gaya bahasa
yang mudah dipahami semua umur, khususnya remaja. Pilihan kata yang tepat
membuat para pembaca tergugah menikmati lembar demi lembarnya. Mengedepankan
kenyamanan dalam membaca, buku ini hadir dengan halaman penuh warna. Ditambah
judul-judul menarik, quotes dan kalimat singkat, menghiasi setiap cerita.
Membuat para pembaca seolah menulis di buku diary milik mereka.
Buku ini memang cukup disarankan
untuk dibaca karena konten yang diusung, alur cerita, dan kenyamanan dalam
membaca. Namun, buku ini terbilang minim menggunakan quotes Islami. Akan
lebih baik jika sesuai dengan genre buku yang menjadi fokusnya, Motivasi Islami.S
Amirul Syuhada Syidana, lahir di Rembang, 11 Maret 2004. Memotret kicau yang tercatat di instagram @syuha.smazss, membagikan momen kesehariannya di blog Manboy (https://syuhasmazss.blogspot.com/ ) juga aktif dalam komunitas dakwah @kuyhijrah.official.
Sekian resensi yang bisa dipublikasikan diblog ini, kalau ada yang ingin direpost karya atau lainnya bisa menghubungi di IG kami @ashidiqfaiqq. Terimakasih